KABEREH NEWS | Masyarakat Aceh baru-baru ini dihebohkan dengan pemberitaan mengenai seorang pria asal Aceh Besar yang menganiaya seorang wanita “open BO” asal Pidie Jaya yang berdomisili di Banda Aceh. Pria tersebut telah diamankan oleh aparat penegak hukum atas laporan penganiayaan. Namun, pertanyaan yang kini muncul adalah bagaimana dengan hukuman bagi wanita yang terlibat dalam praktik open BO tersebut? Apakah Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, khususnya Pasal 23, Pasal 33, dan Pasal 28, tidak berlaku dalam kasus ini?
Mungkin belum ada laporan resmi dari masyarakat, sehingga wanita tersebut belum bisa diproses lebih lanjut. Namun, apakah Kepala Satpol PP dan Wilayatul Hisbah tidak merasa khawatir dengan maraknya kegiatan perzinahan di Banda Aceh? Isu terkait ketidakmampuan lembaga-lembaga tersebut dalam menegakkan syariat Islam di kota ini semakin berkembang di kalangan masyarakat.
Meskipun pelaku telah mengakui keterlibatannya dalam ikhtilath (pertemuan antara pria dan wanita yang bukan mahram) yang berujung pada perzinaan, pemerintah Kota Banda Aceh terkesan hanya mengeluarkan ultimatum terhadap tempat penginapan yang digunakan oleh pria dan wanita tersebut. Kejadian ini terjadi setelah si pria melakukan pemukulan yang kemudian dilaporkan ke Polresta Banda Aceh. Alih-alih hanya mengeluarkan ultimatum yang berpotensi memboroskan anggaran, Wilayatul Hisbah seharusnya dapat mengambil langkah lebih tegas melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kegiatan khalwat dan perzinaan yang terjadi.
Keseriusan Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menangani kasus ini sangat penting, karena ini bisa menjadi sinyal bagi pelaku lainnya yang masih bebas menjalankan praktik “penyedia jasa service plus-plus” di kota ini. Selain itu, layanan hotel mobil plus-plus yang beredar di kalangan masyarakat dianggap masih aman untuk bertransaksi. Muncul pula istilah baru terkait transaksi “drop point” yang kini marak di Banda Aceh, serta tempat-tempat yang diduga dijaga oleh oknum aparat penegak hukum (APH), yang sudah menjadi rahasia umum di masyarakat.
Ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Banda Aceh dan lembaga penegak syariat untuk lebih serius menanggulangi permasalahan ini, demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sesuai dengan norma-norma agama yang berlaku di Aceh. Sudah saatnya bagi Satpol PP dan Wilayatul Hisbah untuk meningkatkan literasi digital mereka, mengingat pelaku kejahatan jinayat kini telah memanfaatkan teknologi dalam beroperasi di Banda Aceh.(Infonanggroe.com)
Posting Komentar