Di Gaza, militer mengatakan serangan udara di wilayah utara menewaskan lima militan Hamas termasuk dua komandan kompi "yang berpartisipasi dalam pembantaian 7 Oktober" tahun lalu. Petugas medis mengatakan puluhan orang tewas atau hilang setelah serangan Israel semalam di Beit Lahia dan Jabalia.
YERUSALEM — Militer Israel, Jumat (22/11) mengatakan mereka telah menewaskan dua komandan yang terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menekan serangannya ke Gaza utara sehari. Tewasnya komandan Hamas itu terjadi setelah Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan atas perang tersebut.
Dengan Israel yang juga memerangi sekutu Hamas, Hizbullah, di Lebanon, rekaman langsung AFPTV menunjukkan beberapa serangan pada Jumat (22/11) dini hari di pinggiran selatan Beirut, tempat kelompok yang didukung Iran itu menguasai wilayah kekuasaan.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Kamis (21/11) mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant mungkin memikul "tanggung jawab pidana" atas kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang terkepung.
Keputusan pengadilan yang berpusat di Den Haag itu menuai reaksi beragam dari para pemimpin dunia, dengan beberapa bersumpah untuk menangkap warga Israel jika mereka memasuki wilayah negara mereka.
Para pemimpin lain, termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden, telah mengecam keputusan pengadilan yang dianggap Netanyahu sebagai "tidak masuk akal" dan "didorong oleh kebencian anti-Semit terhadap Israel."
Israel juga telah menolak tuduhan genosida dalam perangnya melawan Hamas, dengan kasus yang diajukan ke Mahkamah Internasional pada Desember dan, baru-baru ini, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh komite khusus PBB minggu lalu.
Hamas dan Hizbullah telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, dan negara-negara lain.
Di Gaza, militer mengatakan serangan udara di wilayah utara menewaskan lima militan Hamas termasuk dua komandan kompi "yang berpartisipasi dalam pembantaian 7 Oktober" tahun lalu.
Petugas medis mengatakan puluhan orang tewas atau hilang setelah serangan Israel semalam di Beit Lahia dan Jabalia di dekatnya, yang merupakan salah satu target serangan besar-besaran Israel di Gaza utara.
Badan pertahanan sipil tidak dapat segera memberikan jumlah korban yang pasti.
Biden berjanji memberikan dukungan
Biden, dalam sebuah pernyataan yang menanggapi surat perintah penangkapan ICC, menyebutnya "keterlaluan," dan bersumpah untuk "selalu mendukung Israel dalam menghadapi ancaman terhadap keamanannya."
China, yang seperti Israel dan Amerika Serikat bukan anggota ICC, mendesak pengadilan untuk "menjunjung tinggi posisi yang objektif dan adil."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian mengatakan bahwa Beijing "mendukung segala upaya... yang kondusif untuk mencapai keadilan dan kewajaran."
Otoritas Palestina dan Hamas menyambut baik surat perintah tersebut -- meskipun tanpa menyebut Deif.
Iran, yang mendukung Hamas, Hizbullah, dan kelompok bersenjata lainnya di wilayah tersebut, memuji surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel. "Ini berarti akhir dan kematian politik rezim Zionis," kata kepala Garda Revolusi Jenderal Hossein Salami.
Langkah ICC secara teoritis membatasi pergerakan Netanyahu, karena salah satu dari 124 anggota nasional pengadilan tersebut akan diwajibkan untuk menangkapnya di wilayah mereka.
Namun pada Jumat, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban mengatakan bahwa ia akan mengundang Netanyahu untuk berkunjung dan menentang surat perintah ICC yang "sinis" dan "politis".
Perdana Menteri Israel, dalam sebuah pernyataan video, mengatakan bahwa "tidak ada keputusan anti-Israel yang keterlaluan yang akan menghalangi kami... untuk terus membela negara kami dengan segala cara."
'Cukup'
Berjanji untuk menghentikan Hamas agar tidak berkumpul kembali di wilayah utara Jalur Gaza yang sudah hancur, Israel melancarkan serangan besar-besaran di wilayah tersebut pada awal Oktober.
Di Kota Gaza, seorang pria yang mengatakan bahwa ia membawa sepupunya ke rumah sakit setelah serangan mendesak "dunia... untuk mengakhiri" perang.
"Sudah cukup bagi kami," kata Belal, yang hanya menyebutkan nama depannya.
"Saya telah kehilangan seluruh keluarga saya -- 10 anggota keluarga telah pergi, dan saya satu-satunya yang tersisa... Yang kami inginkan hanyalah mengakhiri ketidakadilan yang kami alami ini. Kami tidak menginginkan yang lain."
Setidaknya 44.056 orang telah tewas di Gaza dalam lebih dari 13 bulan perang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, menurut angka dari kementerian kesehatan wilayah yang diperintah Hamas yang dianggap dapat diandalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Peristiwa ini dipicu oleh serangan paling mematikan dalam sejarah Israel, yang mengakibatkan kematian 1.206 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP dari angka resmi Israel.
Di Lebanon, rekaman AFPTV menunjukkan gumpalan asap mengepul di Beirut selatan setelah militer Israel menyerukan evakuasi untuk tiga lokasi. Militer juga memberi peringatan di media sosial tentang serangan yang akan segera terjadi.
Militer kemudian mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "jet tempurnya menyelesaikan putaran serangan baru" di pinggiran selatan Beirut. Serangan terbaru tersebut menyusul serangan gencar Israel di Beirut selatan serta wilayah lain di selatan dan timur Lebanon, tempat Israel mengatakan telah menargetkan militan Hizbullah.
Lebih dari 11 bulan baku tembak lintas batas antara Israel dan Hizbullah atas konflik Gaza meningkat menjadi perang habis-habisan pada September. Israel melakukan kampanye pengeboman besar-besaran dan mengirim pasukan darat ke Lebanon selatan.
Kementerian kesehatan Lebanon mengatakan sedikitnya 52 orang tewas pada Kamis (21/11) dalam serangan Israel, termasuk sekitar 40 orang tewas di timur Lebanon. Jumlah korban tewas secara keseluruhan sejak Oktober 2023 menjadi 3.583 orang. (*)
Sumber artikel by VOA
Posting Komentar