PRAKTISI ASURANSI: RESTRUKTURISASI UGAL-UGALAN TERHADAP "JIWASRAYA", PERNYATAAN OJK DAN KEMENTRIAN BUMN BLUNDER

KABEREHNEWS.COM | JAKARTA - Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang sebelumnya sudah mengeluarkan surat pernyataan tidak keberatannya atas Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPK) melalui "restrukturisasi polis asuransi" terhadap liabilitas Jiwasraya atas utang polis asuransi negara, dinilai blunder. 

Hal ini sebagai respon tanggapan atas permohonan Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko yang disampaikan kepada OJK dan Kementerian BUMN. Surat pernyataan tidak keberatan OJK itu melalui surat OJK Nomor: S-449/NB.2/2020 tertanggal 22 Oktober 2020, dan surat OJK Nomor S-387/NB.2/2021 tertanggal 10 Desember 2021 perihal persetujuan pengalihan portofolio aset dan liabilitas BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ke PT Asuransi Jiwa IFG. 

Sementara itu Kementerian BUMN, juga meminta dukungan kepada 83 perusahaan BUMN dan afiliasinya atas pelaksanaan program "restrukturisasi polis asuransi" terhadap "JIWASRAYA", melalui surat Mentri BUMN nomor : S-214/MBU/03/2021 tertanggal 26 Maret 2021, perihal : Dukungan Restrukturisasi Polis BUMN dan Afiliasi.

Penyelenggaraan program "restrukturisasi polis asuransi" terhadap nasabah Jiwasraya atas implementasi dari rencana penyehatan keuangan Jiwasraya (RPK) diduga telah dipolitisasi oleh Direktur Utama Jiwasraya yang juga menjadi Ketua Tim percepatan restrukturisasi. Pelaksanaan program "restrukturisasi polis asuransi" diduga telah disimpangkan dari kebenaran yang telah dimanipulasi berdampak merugikan keuangan pemegang polis atau nasabah Jiwasraya. 

Disamping itu, pelaksanaan implementasi "restrukturisasi polis asuransi" terhadap nasabah Jiwasraya tidak efektif dan efisien. Sengaja dibuat molor waktunya yang merugikan bagi pemegang polis menuggu penyelesaian pembayaran klaim asuransi yang sangat lama hingga 15 tahun dicicil, tidak konsisten atas waktu yang ada, dari sini saja sudah masalah bagaimana bicara kelanjutan. 

Penawaran restrukturisasi polis itu memiliki batas waktu selama 30 hari dari surat diterima oleh pemegang polis. Jika batas waktu yang diberikan telah habis tidak merespon dan tidak menyampaikan persetujuan secara tertulis, maka dianggap telah menyetujuinya. 

Diketahui sebelumnya, Penawaran restrukturisasi polis yang di mulai pada 18 Januari 2021 s.d 31 Mei 2021, target yang diberikan oleh OJK kepada Ketua Tim restrukturisasi Jiwasraya, restrukturisasi harus tercapai 100 persen yang setuju. Faktanya, target itu tidak tercapai, dan seharusnya OJK sudah membatalkan "restrukturisasi polis asuransi" itu sejak awal terhadap "Jiwasraya" yang dipaksakan. 

Kenapa OJK sekarang malah mendorong menawarkan kembali proposal "restrukturisasi polis asuransi" itu yang jelas-jelas merugikan kepentingan rakyat dan perusahaan asuransi. Jakarta, Kamis, (8/8/2024).

Menurut Latin, penyimpangan itu terjadi dari realisasi program restrukturisasi polis asuransi terhadap utang polis negara atas liabilitas Jiwasraya, yang direalisasikan sebagai bentuk pemasaran produk asuransi jiwa. Terbukti para nasabah Jiwasraya, harus menandatangani kontrak perjanjian baru dalam bentuk suatu pembelian produk asuransi yang dikemas sedemikian rupa, wajib mengisi formulir SPAJ (Surat Permintaan Asuransi Jiwa). 

Penawaran produk itu menyesatkan nasabah asuransi, untuk tukar guling polis lama dengan polis baru di "Jiwasraya", yang diklaim sebagai proposal dari "restrukturisasi polis asuransi". Sementara itu, diketahui sampai hari ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum membuat aturan khusus di industri perasuransian mengenai pedoman dan petunjuk teknis atas implementasi dari restrukturisasi polis asuransi pada perusahaan asuransi. 

OJK seharusnya sudah menghentikan sejak awal proposal yang menyesatkan kepada pemegang polis atau nasabah asuransi itu, yang mengatasnamakan sebagai "restrukturisasi polis asuransi". Ini jika OJK serius ingin mengembalikan kepercayaan berasuransi yang menimpa pada BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Upaya Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPK) melalui Restrukturisasi Polis Asuransi menimbulkan paradok’s, yang menyasar kepada seluruh konsumen asuransi BUMN, telah membawa bencana bagi industri perasuransian Nasional.” Tegas Latin SE.

Diketahui sebelumnya, mengutip pernyataan OJK yang disampaikan melalui CNBC Indonesia; OJK Minta Jiwasraya Bayar Nasabah Yang Tolak Restrukturisasi,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk segera memenuhi kewajiban para nasabah yang telah mengantongi putusan inkracht atas pengembalian kerugiannya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, OJK menghormati proses hukum yang berjalan dan memberikan dukungan kepada aparat penegak hukum dengan data dan informasi yang dibutuhkan. 

"OJK menghormati keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan meminta para pihak melaksanakan putusan pengadilan tersebut dengan tetap memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku," ungkap Ogi dalam keterangan tertulis dikutip Kamis, (8/8/2024).

Tim wartawan KABEREH NEWS, menanyakan pada Praktisi Asuransi, Apa pendapat bung Latin terkait pemberitaan di CNBC Indonesia itu mengenai OJK yang memerintahkan Jiwasraya untuk bayar ke nasabah asuransi yang tolak "restrukturisasi polis asuransi" ? 

Kata Latin bahwa pembayaran klaim asuransi itu sudah menjadi suatu keharusan untuk diselesaikan dalam waktu 30 hari dari pengajuan klaim asuransi, dokumen yang telah dinyatakan lengkap. Dimana, total kewajiban atau liabilitas Jiwasraya saat itu sudah berubah menjadi utang asuransi perseroan yang totalnya sebesar Rp 59,7 triliun per 31 Desember 2021. Hal ini sebagai akibat dari adanya pembatalan polis asuransi, yang diketahui secara sepihak dilakukan oleh oknum Direktur Utama Jiwasraya pada 31 Desember 2020.  

Pemerintah seharusnya tidak membayar seluruh kewajiban atau liabilitas sebelum berubah menjadi hutang asuransi Jiwasraya sebesar Rp 59,7 triliun, yang menjadi piutang bagi peserta Jiwasraya terhadap negara. Liabilitas itu baru akan timbul atau berubah menjadi utang polis asuransi, ketika terjadi resiko pada peserta asuransi dalam jangka panjang seperti resiko meninggal dunia, klaim habis kontrak asuransi, pembayaran dana pensiun bulanan peserta pensiun, pembayaran dana tahapan belajar pendidikan anak, pembayaran klaim asuransi kesehatan biaya di rumah sakit, dan dalam bentuk lain. 

Permasalahannya adalah ketika Ketua Tim restrukturisasi Jiwasraya membatalkan polis asuransi milik nasabah, maka kewajiban atau liabilitas itu berubah menjadi hutang asuransi yang harus diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan oleh perusahaan asuransi. Akal-akalan restrukturisasinya memboyong seluruh portofolio polis nasabah Jiwasraya ke perusahaan asuransi lain, itu masalah serius. 

Restrukturisasi polis asuransi terhadap utang polis negara atas Jiwasraya yang direalisasikan sebagai pemangkasan utang polis negara sebesar 40% itu menyebabkan kerugian terhadap pemegang polis atau nasabah Jiwasraya secara fatal, yang semestinya tidak dilakukan oleh Pemerintah. 

Kemudian pernyataan OJK, yang dikutip dari CNBC Indonesia; Restrukturisasi Tuntas, OJK Minta Jiwasraya Bubar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, per 31 Mei 2024 seluruh polis yang menyetujui restrukturisasi telah dialihkan ke IFG Life. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, IFG Life juga telah melakukan pembayaran atas seluruh klaim yang jatuh tempo.

"OJK saat ini telah meminta Jiwasraya untuk menyampaikan rencana berikutnya untuk pemberesan perseroan "Jiwasraya" sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/6).

Tim wartawan KABEREH NEWS kembali menanyakan, kepada Latin, S.E, yang merupakan Sekjend Forum Komunikasi Pekerja Agen Asuransi Jiwasraya (FKPAAJ), Sebagaimana kita ketahui Jiwasraya sudah tidak ada lagi diminta sama OJK untuk bubar, tetapi disisi lain suruh bayar klaim asuransi, jadi perintah OJK ini masih relevan atau jebakan Batman ? 

Kata Latin, bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu diberikan tanggung jawab besar oleh Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diberikan kewenangan penuh, mengatur, mengawasi, penegakan Hukum dari mulai penyelidikan, penyidikan, pemidanaan kasus disektor jasa keuangan demi untuk melindungi kepentingan konsumen dan perusahaan asuransi. Kewenangan penuh itu terdapat di UU-P2SK No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan. Sepanjang itu hanya pernyataan-pernyataan yang tidak diketahui pembuktiannya secara tertulis, keseriusan OJK masih dipertanyakan, jika tidak ada realiasasi yang signifikan tidak ditindaklanjuti oleh peraturan OJK perintah bayar atau bubar, itu masih wacana belum menjadi keputusan final.Tutupnya.(Redaksi1)

Penulis ; Ayahdidien 
Editor : Mauli Aqbar
Sumber artikel by CNBC INDONESIA

0/Post a Comment/Comments