Pemerintah Mengabaikan Rekomendasi BPK-RI Atas JIWASRAYA, Praktisi Asuransi : Pemerintah Bisa Terkena Sanksi Hukum


Oleh: Latin, S.E


KABEREH NEWS | JAKARTA - PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life dikabarkan telah melakukan lelang atas aset bekas kantor BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebagai salah satu langkah untuk membayar polis bagi nasabah yang telah menyetujui "restrukturisasi polis asuransi". Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengatakan, aset bekas kantor Jiwasraya yang dilakukan pelelangan merupakan aset yang telah dialihkan kepada IFG Life seiring dengan beralihnya liabilitas polis Jiwasraya ke IFG life untuk polis yang telah menyetujui penawaran restrukturisasi.“Pelelangan aset properti IFG Life dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas aset agar profil aset investasi sesuai dengan profil liabilitasnya,” ucap Ogi dalam keterangan tertulis. Dikutip dari infobanknews.com, Jakarta, Kamis, (08/08/2024).

Praktisi Asuransi Latin, S.E, yang merupakan mantan Unit Manager BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), yang juga Sekjend Forum Komunikasi Pekerja Agen Asuransi Jiwasraya (FKPAAJ), mengatakan bahwa kerugian investasi dana asuransi di JIWASRAYA sebesar Rp 16,8 triliun, menjadi tanggung jawab negara bukan tanggung jawab nasabah asuransi. Dimana, yang diakibatkan oleh adanya Miss manajemen Direksi BUMN. Hal itu diatur dalam regulasi Pasal (15), Undang-Undang Perasuransian Nomor 40 Tahun 2014, yang sudah diubah menjadi UU-P2SK Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan.  

Pemerintah telah mengabaikan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) untuk tidak menutup bisnis asuransi JIWASRAYA, karena menurut BPK dinilai akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional bila persoalan keuangan Jiwasraya tidak segera ditangani.

Sebelumnya diberitakan, dikutip dari CNBC Indonesia berjudul: Kerugian Negara Rp16,8 T, BPK Tak Sarankan Jiwasraya Tutup. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak merekomendasikan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk dibubarkan atau likuidasi kendati saat ini lembaga negara ini tengah menyelesaikan audit investigasi atas keuangan Jiwasraya periode 2008-2018. Dalam keterangannya Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan audit investasi terhadap aksi bisnis Jiwasraya masih terus dilakukan. Kendati demikian, BPK tidak merekomendasikan agar bisnis asuransi jiwa BUMN ini diberhentikan atau dibubarkan. Kata ketua BPK, mengatakan bahwa "Saya tidak mungkin merekomendasikan menutup [membubarkan] Jiwasraya. Itu risikonya luar biasa besarnya. Baik secara keuangan negara atau hal-hal yang lain. Ini adalah BUMN yang punya sejarah panjang," kata Agung di kantornya, Senin (29/6).

Jika Pemerintah mengabaikan rekomendasi dari BPK-RI, maka sesuai dengan Pasal 26 (2) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, menyebutkan bahwa: _"setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah."_ 

Pasal tersebut menunjukkan bahwa BPK-RI menjalankan amanat UU, untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Bukan menjadi kewenangan BPK-RI untuk menjatuhkan sanksi. BPK hanya akan melaporkan rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti setelah melewati beberapa tahap peringatan. Jika tidak ada respon, BPK akan melaporkannya ke penegak hukum untuk ditindaklanjuti.

Pemerintah harus mengevaluasi kembali pelaksanaan program "restrukturisasi polis asuransi" terhadap total utang polis asuransi negara atas liabilitas JIWASRAYA sebesar Rp 59,7 triliun yang dipangkas sebesar 40% oleh Korporasi lain yang diduga oleh para petinggi PT BPUI/IFG dan IFG Life. 

Sehingga kepentingan konsumen asuransi atau pemegang polis terhindar dari kerugiannya sebesar Rp 23,8 triliun. Hal ini sebagai akibat dari implementasi dari pelaksanaan "restrukturisasi polis asuransi" yang menyimpang dari aturannya. Ini bukti Pemerintah atau negara belum hadir untuk melindungi kepentingan rakyat sebagai konsumen asuransi. 

Padahal Pemerintah secara regulasi UU seharusnya menjamin itu, terdapat pada pasal 53 ayat 1,2, 3 dan 4 dalam UU-Perasuransian Nomor 40 Tahun 2014. Pemerintah, seharusnya sudah membentuk lembaga penjamin polis asuransi (LPP) pada tahun tersebut, maksimal 3 tahun dari UU itu lahir. Hal ini diperlukan untuk menjawab ketidak pastian hukum dalam berasuransi, dan kemungkinan potensi terjadinya resiko-resiko lain yang tidak diinginkan perusahaan perasuransian seperti gagal bayar, buruknya moralitas Direksi BUMN dan dugaan "fraud" atau kecurangan bagi pelaku asuransi.

Diketahui sebelumnya, Pemerintah melalui korporasi lain dalam restrukturisasi BUMN asuransi, dinilai cuci tangan atas liabilitas utang polis asuransi negara terhadap perseroan JIWASRAYA. Dimana, telah membentuk badan baru untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa, dibawah kendali dari perusahaan pembiayaan BUMN PT BPUI/IFG sebagai pelaksana eksekusi mati terhadap bisnis JIWASRAYA sang "Legenda Asuransi" Indonesia.Red-fnkjgroup, Rabu (14/08/2024).

Penulis adalah Praktisi Asuransi || Mantan Unit Manager Jiwasraya || Anggota KUPASI || Anggota PPWI || Pengurus FNKJ || Email: latinse3@gmail.com

Editor: Ayahdidien 

Sumber : https://infobanknews.com/ini-kata-ojk-soal-aset-jiwasraya-yang-dilelang-ke-ifg-life/

0/Post a Comment/Comments