Mengapa mundurnya Airlangga sebagai ketum Golkar memicu spekulasi Jokowi bakal menguasai partai beringin?

Pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai ketua umum Golkar telah membuahkan tanda tanya dan spekulasi di tengah publik. Peristiwa politik itu dianggap sebagai upaya Joko Widodo menguasai partai berlambang pohon beringin setelah turun dari kursi presiden.

Di sisi lain, pihak Istana dengan tegas membantah mundurnya Airlangga berkaitan dengan Presiden Jokowi. "Tidak ada kaitannya sama sekali dengan presiden,“ kata Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana, Senin (12/08).

Begitupun sejumlah elit Partai Golkar, yang menyebut "tidak ada tekanan” dan langkah ini diambil untuk "mempertimbangkan soliditas di dalam jajaran Partai Golkar”.

Bagaimanapun, tanya dan spekulasi sempat mencuat di tengah publik. Buktinya, tagline "Airlangga mundur” sempat menjadi topik pembicaraan utama di X – dulu bernama Twitter.

Pada Selasa (13/08) malam, Rapat Pleno DPP Partai Golkar memutuskan memilih Agus Gumiwang sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar.

Bagaimana reaksi warganet dan Istana?

Melansir BBC News Indonesia, membaca komentar-komentar warganet terhadap akun pengamat politik dan media centang biru yang memberitakan mundurnya Airlangga sebagai ketum Golkar.

Beberapa dari mereka berspekulasi ini sebagai upaya Jokowi untuk memperoleh kendaraan politik setelah dirinya tidak lagi menjadi presiden. Ada pula yang menyinggung soal kepentingan pilkada.

Namun, akun lain juga mengaitkan adanya indikasi urusan hukum, seperti diulas Kompas.

Tapi sekali lagi, Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana menegaskan:

“Pengunduran diri Bapak Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar adalah pilihan atau hak pribadi beliau yang selanjutnya sepenuhnya menjadi urusan internal Partai Golkar. Jadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan Presiden".

Airlangga, kata Arie, tetap menjalankan tugas sebagai Menko Perekonomian di kabinet.

"Sampai saat ini Bapak Airlangga Hartarto tetap menjalankan tugasnya membantu Presiden Jokowi sebagai Menteri Koordinator Perekonomian RI. Dari semalam sampai hari ini beliau mendampingi bapak presiden di Ibu Kota Nusantara," ujarnya.

Mengapa menimbulkan tanya?

Mundur di tengah wacana Munaslub yang tak pernah sukses

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan selama ini Airlangga Hartato dan Golkar diterjang hembusan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Tapi isu ini tidak pernah jadi kenyataan, sampai akhirnya Airlangga mengundurkan diri dari ketum Golkar.

“Selama ini memang isu terkait dengan Munaslub itu tak pernah sukses. Itu tentu sepertinya karena Airlangga mendapat dukungan dari internal Golkar dan sesuai dengan jadwal Munas Golkar itu di Desember akhir. Tapi sehari dua hari ini Airlangga secara terbuka mundur dan tentu saja membuat tanda tanya publik,” kata Adi.

Sebagai gambaran, hembusan Munaslub sudah terjadi sejak 2023 saat Golkar belum mengambil sikap menentukan calon presiden yang disebut pilihan Jokowi. Namun, saat itu Jokowi membantah melakukan intervensi Golkar dengan menyebut “itu urusan internal Golkar”

Desakan munaslub Partai Golkar, pengamat politik: ‘Jika tidak merapat ke capres pilihan Jokowi, sangat mungkin Airlangga diganti’
Terbaru, Ketua Dewan Penasihat Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan kembali menyinggung Munaslub, pada Kamis (08/08). Ia mempertanyakan kesalahan Airlangga hingga ada pihak yang mendorong Munaslub Partai Golkar.

"Apa yang salah dengan Ketua Umum (Partai Golkar) Airlangga Hartarto? Saya di kabinet sama-sama dengan dia dan dia melaksanakan tugasnya dengan baik,” katanya seperti dikutip Kompas.

Ia juga menyinggung Airlangga “mencapai prestasi yang cukup baik”. Dan, Luhut meminta kader Partai Golkar supaya tidak mau diintimidasi dan dipengaruhi pihak-pihak yang menginginkan munaslub.

Sehari kemudian, Airlangga membantah isu itu. “Tidak ada (Munaslub). Munas bulan Desember,” katanya, Jumat (09/08).

Di hari yang sama, Airlangga juga melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi, namun menteri koordinator perekonomian ini mengatakan isi percakapannya sebagai “update ekonomi”.

Sabtu (10/08), Airlangga dilaporkan telah mengirimkan surat pengunduran diri sebagai ketum Golkar. Dan, Minggu (11/08) kepada publik ia menyampaikan lengser orang nomor satu di partai berlambang beringin.

Berdasarkan AD/ART Golkar, Munaslub adalah Musyawarah Nasional yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa dan memperoleh permintaan/persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 Dewan Pimpinan Daerah Provinsi. Keadaan luar biasa itu salah satunya, partai dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Golkar pernah menyelenggarakan Munaslub pada 2016. Munaslub ini dipicu dualisme kepemimpinan dalam pengurusan antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono yang dimulai sejak akhir 2014.

Mundur di saat ada prestasi

Airlangga Hartato terpilih sebagai ketum Golkar periode 2019-2024 secara aklamasi. Golkar mengalami kenaikan jumlah kursi di parlemen dari 85 (2019) menjadi 102 (2024). Partai yang lahir era orde baru ini juga otomatis naik peringkat dari tiga menjadi dua di parlemen.

Semua ini terjadi di era Airlangga Hartato.

“Karena memang Airlangga itu dinilai sebagai ketua umum yang sebenarnya sukses. Membuat Golkar naik, suaranya dipilih di 2024 dan juga dianggap sebagai menteri ekonomi yang juga sukses. Jadi itu yang sebenarnya membuat tanda tanya,” kata Adi.

Spekulasi di balik pernyataan Airlangga

Dalam video resmi yang disiarkan Partai Golkar di Jakarta, Minggu (11/08), Airlangga menjelaskan alasan dia mundur karena ingin menjaga keutuhan Partai Golkar dan memastikan stabilitas selama transisi pemerintahan dari Presiden RI Joko Widodo ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Partai Golkar, kata dia, akan melanjutkan proses penunjukan ketua umum baru, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal.

Airlangga juga berpesan: "Kepada jajaran pengurus DPP Partai Golkar, serta kepada seluruh pimpinan partai kita di tingkat provinsi, kota dan kabupaten, saya percaya dapat terus menjaga soliditas dan kesinambungan Partai Golkar ini".

Menurut Adi, saat menyampaikan pesan video ini, “gestur tubuhnya tidak terlampau sepenuhnya dalam kondisi yang baik-baik saja”, hal yang menimbulkan pembicaraan di publik.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana menafsirkan harapan soliditas yang disampaikan Airlangga itu dilatarbelakangi "sesuatu yang salah“.

Peneliti Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti menyoroti alasan Airlangga mundur dari jabatan ketum Golkar. Kata dia, alasan fokus membantu transisi pemerintahan sebagai "tidak masuk akal”.

“Sejak dia dilantik menjadi menteri, harusnya mundur kalau memang itu alasan dan tujuan utamanya itu menurut saya enggak masuk akal alasan itu,” kata Aisah Putri Budiarti.

Apa saja faktor yang melatarbelakangi Airlangga mundur?

Ada banyak faktor, dan ini masih sebatas teori, kata para pengamat politik. Mulai dari kebiasaan umum yang terjadi di internal Golkar dalam dinamika perebutan kursi ketum, faksi-faksi yang punya kepentingan berbeda, pilkada sampai kepentingan Jokowi.

Kebiasaan umum perebutan kursi ketum

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno tak menutup kemungkinan mundurnya Airlangga disebabkan kecendrungan umum konflik Partai Golkar memperebutkan kursi ketum.

Hal ini bisa dilihat dalam Munaslub yang terjadi pada 2016 menyusul konflik dualisme pengurusan berkepanjangan antara kubu Abu Rizal Bakrie dan Agung Laksono. Munaslub ini kemudian ditutup dengan pemilihan Setya Novanto sebagai ketum.

Jauh sebelum itu pada 2004, Akbar Tanjung yang telah membawa Golkar menjadi partai nomor satu di parlemen terdepak oleh Jusuf Kalla dari kursi ketua umum karena harus berurusan dengan hukum.

“Jadi kalau tiba-tiba Airlangga mundur, ya ini tentu semakin memperpanjang, betapa memang suksesi kepemimpinan di Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi tidak normal,” kata Adi.

Faksi yang kompleks dan kepentingan elit
Golkar merupakan partai besar yang memiliki banyak faksi. Dalam hal formal, partai ini setidaknya memiliki tiga sayap organisasi besar yaitu pemuda (AMPG, AMPI), wanita (KPPG) dan buruh (SOKSI, KSPSI, KORPRI). Partai ini memiliki 832.842 anggota.

Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Algoritma mengatakan faktor “faksi yang kompleks” ini memiliki kepentingan masing-masing yang kemungkinan berada di balik mundurnya Airlangga.

“Ya, karena satu itu ada kepentingan Golkar sendiri di mana faksinya itu cukup banyak. Kita harus paham itu… Belum lagi faksi Indonesia Barat, Indonesia Timur. Belum faksinya orang per orang. Belum lagi melihat ada HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) juga di situ, ada kelompok NU, macam-macam.” katanya.

“Mungkin orang-orang Golkar yang juga punya bukan hanya kepentingan politik tapi juga terkait dengan pemerintahan - Itu juga bertarung satu sama lain. Berkompetisi satu sama lain,” tambahnya.

Pilkada

Pendaftaran pasangan calon pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024 akan berlangsung akhir bulan ini. Aditya menyebut proses pencalonan pilkada sebagai “transaksional” di setiap partai politik dalam menentukan koalisi di daerah-daerah.

Ada kemungkinan kemunduran Airlangga dikaitkan dengan pilkada karena garis komando koalisi terpusat: Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam pemilu presiden tetap digunakan untuk pemilihan daerah-daerah.

“Itu nggak gampang untuk dikelola, karena tentu akan menimbulkan riak-riak kekecewaan. Bentuk ketidakpatuhannya segala macam,” kata Aditya.

Kepentingan Jokowi

Hubungan Keluarga Jokowi dan PDI Perjuangan sudah tidak lagi mesra setidaknya sejak Pilpres bergulir.

Sejauh ini, Jokowi yang segera turun dari kursi presiden, dan Gibran yang bakal naik menjadi wakil presiden – sama-sama tak punya kendaraan politik, kata Aditya. Tapi keduanya masih punya ambisi untuk memiliki pengaruh.

“Misalkan mau ke PSI (Partai Solidaritas Indonesia), masuk akal. Tapi ini kan partainya enggak ada di parlemen. Enggak signifikan. Jadi peran Pak Jokowi dalam konteks ini juga perlu untuk kita dudukkan mau apa setelah dia lengser?” katanya.

Peneliti politik dari BRIN, Aisah Putri Budiarti menilai Golkar merupakan kendaraan politik yang potensial untuk Jokowi karena sejumlah indikasi – seperti Gibran ‘sudah dikuningkan’ dan pengamat politik sudah melihat kesamaan karakter partai Golkar yang mengusung pembangunan dengan Jokowi.

“Jaket politik untuk mempertahankan stabilitas kekuatan politik itu penting kan di Indonesia karena partai politik lah, kendaraan politik satu-satunya, dan punya kekuatan di parlemen, yang mempengaruhi pembuatan kebijakan,“ kata Puput – sapaan Aisah Putri Budiarti.

Di sisi lain, Golkar sejauh ini tidak memiliki figur yang benar-benar populer – jika dibandingkan dengan Jokowi.

"Golkar itu ya itu tadi menurut saya yang paling berpeluang untuk 'diambil alih‘… kemudian banyak tokoh elitnya yang juga bisa mengalami pergantian atau suksesi rutin, tidak ada personal yang sangat kuat,” tambahnya.

Siapa pengganti Airlangga Hartarto?

Pada Selasa (13/08) malam, Rapat Pleno DPP Partai Golkar memutuskan memilih Agus Gumiwang sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar.

"Saya diberikan amanat sebagai Plt Ketua Umum Partai Golkar dan tugas utama saya mengantarkan Golkar menuju musyawarah nasional (munas) dan rapat pimpinan nasional (rapimnas) partai Golkar," kata Agus Gumiwang saat jumpa pers di gedung DPP Partai Golkar, Selasa (13/08) malam.

Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana, menilai pleno dalam menentukan plt ketum Golkar ini akan menjadi penanda apakah kemunduran Airlangga benar-benar bermasalah atau tidak.

"Ketika penetapan plt itu gejolak ramai segala macam, berarti ada something wrong… apa yang diinginkan elite itu belum tentu juga akan direspons langsung positif sama di bawahnya,“ katanya.

Bagaimana semestinya sikap Golkar?

"Golkar harus tetap menghargai proses politik kadernya sendiri. Jadi tidak kemudian orang di luar partai yang tidak pernah berproses di dalam Golkar, masuk dan kemudian menjadi pemimpinnya,“ kata Puput.

BBC News Indonesia telah menghubungi sejumlah petinggi Partai Golkar untuk mengkonfirmasi spekulasi yang berkembang tentang mundurnya Airlangga Hartato dari ketum, tapi belum mendapat respons.

Salah satu yang merespons adalah Wakil Ketua Umum bidang komunikasi dan informasi, Nurul Arifin. Namun, ia enggan berkomentar karena "sensitif semua“.




Sumber artikel by BBC INDONESIA

0/Post a Comment/Comments