JIWASRAYA di Sabotase, Kata Praktisi Asuransi; OJK Abaikan Fungsi Hingga Lampaui Kewenangan

Oleh: Latin, S.E


JAKARTA | KABEREH NEWS - PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life dikabarkan telah melakukan lelang atas aset bekas kantor BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebagai salah satu langkah untuk membayar polis bagi nasabah yang telah menyetujui "restrukturisasi polis asuransi". Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengatakan, aset bekas kantor Jiwasraya yang dilakukan pelelangan merupakan aset yang telah dialihkan kepada IFG Life seiring dengan beralihnya liabilitas polis Jiwasraya ke IFG life untuk polis yang telah menyetujui penawaran restrukturisasi.“Pelelangan aset properti IFG Life dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas aset agar profil aset investasi sesuai dengan profil liabilitasnya,” ucap Ogi dalam keterangan tertulis. Dikutip dari infobanknews.com, Kamis, (08/08/2024).

Praktisi Asuransi Latin, S.E, yang merupakan Anggota Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI), kepada KABEREH NEWS mengatakan bahwa pada awalnya Hexana Tri Sasongko yang merupakan mantan Direktur Utama Jiwasraya, berasal dari profesional Bank BRI (Background Bankir), telah mengajukan proposal Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPKJ) dan program "restrukturisasi polis asuransi" yang menyasar kepada seluruh nasabah asuransi atau pemegang polis. 

Usulan tersebut ditanggapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam surat pernyataan tidak keberatannya, atas RPK yang diajukan. Usulan Hexana Tri Sasongko tersebut, sebagai bagian dari rencana aksi, dan rencana tindak dari langkah penyehatan keuangan. Rencana itu diimplementasikan sebagai program dari "restrukturisasi polis asuransi" yang menyasar terhadap seluruh konsumen asuransi atau pemegang polis. 

Surat pernyataan tidak keberatan OJK bernomor: S-449/NB.2/2020, tertanggal 22 Oktober 2020, yang kemudian di susul surat OJK Nomor: S-387/NB.2/2021 tertanggal 10 Desember 2021, mengenai persetujuan pengalihan portofolio polis pertanggungan asuransi milik BUMN PT Asuransi JIWASRAYA (Persero), yang dialihkan ke perusahaan asuransi lain, sesuai surat menuju ke IFG Life. Sementara itu IFG Life sendiri merupakan anak perusahaan baru yang dibentuk oleh perusahaan pembiayaan, sebelum menjadi Holding pada PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia).  

Program restrukturisasi polis asuransi atas utang polis negara yang ditawarkan oleh Hexana Tri Sasongko, telah memaksakan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan sebagai Direksi perseroan. Pada industri asuransi atas sesuatu yang tidak benar untuk diikuti, yang telah menyimpang dari ketentuan aturan, dan keluar dari pakem asuransi, hingga menabrak aturan UU diatasnya. Dimana proses penawaran "restrukturisasi polis asuransi" yang menyasar kepada seluruh nasabah atau pemegang polis eksisting.  

Press release Direktur Utama Hexana Tri Sasongko di JIWASRAYA, bahwa restrukturisasi polis asuransi itu sebagai bentuk penyelamatan polis atas manfaat polis masa depan, sekaligus sebagai niat baik dari Pemerintah hadir untuk melindungi kepentingan pemegang polis asuransi dari kerugiannya. Maka diselenggarakannya program "restrukturisasi polis asuransi" sebagai wujud nyata tanggung jawab dari negara. 

Pernyataan itu memuat informasi "bohong" yang menyesatkan seluruh konsumen asuransi atau pemegang polis asuransi pada JIWASRAYA. Karena penawaran yang disampaikan itu sepihak tidak memiliki informasi yang benar, informasi nilai tunai polis hasil dari pembatalan polis, yang digunakan sebagai syarat untuk membeli kembali produk asuransi yang ditawarkan, yang menggunakan dana nilai tunai, hasil dari pembatalan polis sebelumnya. Dimana, dari informasi itu menjadi dasar dalam penyelesaian pembayaran klaim manfaat polis asuransi dan sekaligus sebagai syarat untuk mengikuti penawaran restrukturisasi. 

Syarat restrukturisasi berikutnya, polis lama harus dikembalikan dan diganti dengan polis baru dengan produk asuransi yang baru, dan menandatangani formulir SPAJ (Surat Permintaan Asuransi Jiwa). Kemudian dilakukan migrasi ke perusahaan asuransi (IFG life). Berangkat dari sana, ada proses penawaran produk asuransi yang sudah dikondisikan (Produk Asuransi), dan dipaksakan menjadi suatu kewajiban sifatnya memaksa, tidak ada pilihan lain selain untuk di ikuti oleh seluruh nasabah yang juga sebagai pemegang polis asuransi. 

Mantan Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, secara jelas bukan sedang menawarkan "restrukturisasi polis asuransi" juga bukan produk dari "program restrukturisasi polis asuransi" sebagaimana mestinya, melainkan suatu praktek dari pemasaran produk asuransi. Ditandai dengan mewajibkan peserta restrukturisasi untuk mengisi formulir SPAJ (Surat Permintaan Asuransi Jiwa). 

Pemasaran produk asuransi yang menggunakan praktek churning dan praktek twisting dalam pemasaran produk asuransi yang menjadi polis baru, itu dilarang. Model pemasaran produk asuransi seperti itu bukan bagian dari "restrukturisasi polis asuransi" melainkan sebagai suatu strategi pemasaran untuk mendapatkan nasabah asuransi atau pemegang polis baru yang bersumber dari BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Praktek pemasaran seperti itu dilarang untuk diterapkan diperusahaan asuransi. Dimana telah diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) Nomor 19 Tahun 2020, tentang Pemasaran Produk Asuransi. Kenapa, model pemasaran asuransi seperti itu yang menggunakan praktek churning dan praktek twisting dilarang. Karena akan berdampak buruk merugikan kepentingan konsumen asuransi, dan perusahaan asuransi sebagai pengelola dana investasi dari premi asuransi yang terbentuk. 

Lebih lanjut, pengalihan portofolio polis pertanggungan asuransi ke perusahaan asuransi lain, telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.69/POJK.05/2016, Pasal 60 ayat 2 huruf "a" yang mengatur pengalihan portofolio polis asuransi ke perusahaan asuransi lain, harus memiliki manfaat yang sama dengan polis sebelumnya dan tidak dalam rangka mengurangi hak-hak peserta asuransi yang dialihkan. Pengalihan portofolio polis pertanggungan asuransi milik negara pada entitas "JIWASRAYA" ke perusahaan asuransi swasta IFG Life, bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tersebut, karena terindikasi merugikan kepentingan konsumen asuransi sebesar 40 % Rp 23,8 triliun. 

Jadi apa yang dilakukan oleh mantan Karyawan Bank BRI itu di "JIWASRAYA" yang sebagai Direktur Utama, Hexana Tri Sasongko dalam mengalihkan seluruh portofolio polis pertanggungan asuransi ke perusahaan asuransi lain (IFG Life), melalui skema "restrukturisasi polis asuransi", itu merugikan puluhan triliun uang nasabah asuransi. Dimana, pengalihan itu sebelumnya tidak memenuhi ketentuan aturan, yang mengabaikan peraturan OJK, SE-OJK, dan bertentangan dengan UU diatasnya.

Sebelumnya rencana penyehatan keuangan perusahaan asuransi, telah diatur dalam peraturan OJK, bisa dilakukan dengan cara melakukan restrukturisasi aset-aset atau restrukturisasi liabilitas pada perusahaan asuransi. Hal ini terdapat dalam Pasal 51 ayat (3) huruf "a" POJK No.71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Perasuransian dan Reasuransi. 

Pemerintah melalui Kementerian BUMN, OJK, dan juga PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) atau IFG, lebih memilih restrukturisasi liabilitas terhadap seluruh kewajiban utang polis negara yang ada di entitas "JIWASRAYA". Pada saat itu, seharusnya OJK melengkapi aturan dari POJK Nomor 71/POJK.05/2016, Pasal 51 ayat 3 huruf "a" dalam bentuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK). Untuk mengatur lebih lanjut rencana penyehatan keuangan perusahaan asuransi agar sesuai dengan tujuannya, menghindari terjadinya penyimpangan dan pengkhianatan. Sebagai pedoman, petunjuk teknis dari pelaksanaan restrukturisasi liabilitas berupa "restrukturisasi polis asuransi" atas kewajiban utang polis yang terbentuk pada perusahaan asuransi. 

Saya sebagai praktisi asuransi sangat menyangkan bahwa hingga sampai hari ini OJK belum juga membuat aturan baku mengenai pedoman dan petunjuk teknis dari pelaksanaan "restrukturisasi polis asuransi" pada perusahaan asuransi. Bagaimana bisa saat itu OJK secara serampangan dan sembrono mengeluarkan surat keputusan pernyataan tidak keberatannya OJK, atas pelaksanaan program restrukturisasi polis asuransi yang menimpa BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero)?, ini janggal.

Mantan Karyawan Bank perusahaan plat merah yang saat ini menjadi Direktur Utama PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) atau IFG Holding Asuransi, Hexana Tri Sasongko, katanya surat penawaran yang sudah disampaikan sebelumnya kepada seluruh pemegang polis atau nasabah asuransi, merupakan program dari "restrukturisasi polis asuransi" yang telah dijalankannya di JIWASRAYA. Dimana, penawaran proposal restrukturisasi polis itu sudah mulai sejak 18 Januari 2021 s.d 31 mei 2021. Seharusnya, penawaran proposal restrukturisasi sudah dihentikan oleh OJK, karena restrukturisasi itu merugikan keuangan konsumen asuransi dan perusahaan asuransi jiwa tertua milik negara (BUMN). Restrukturisasi telah melebihi target waktu yang diberikan OJK, dan hasilnya tidak tercapai 100% setuju ikut restrukturisasi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa OJK memiliki peranan sangat besar, vital dalam memajukan sektor jasa keuangan.Tugas dan kewenangan OJK, telah diatur oleh UU, dan diperkuat juga UU yang baru. Dalam Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan diperkuat UU-P2SK Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (UU-P2SK). 

OJK seperti telah mengabaikan fungsinya sebagai regulator, tidak seharusnya mengurusi yang bersifat teknis operasi pada perusahaan asuransi. OJK tidak seharusnya mencampuri urusan bisnis pencapaian target premi pemasaran, itu bersifat teknis operasional perusahaan asuransi, dalam menjalankan bisnis asuransinya. Apa kepentingan OJK ikut mendorong agar konsumen asuransi, atau pemegang polis dari entitas "JIWASRAYA" yang masih menolak restrukturisasi, untuk didorong kembali menawarkan ulang, menyetujui penawaran "restrukturisasi polis asuransi" yang diajukan ole Direksi BUMN. Padahal proposal restrukturisasi itu telah menyalahi ketentuan dan aturan UU diatasnya. Pada akhirnya, yang hasilnya akan dibawa seluruh portofolio polis ke perusahaan asuransi swasta (IFG Life), lantas apa kepentingan OJK mengurusi hal-hal yang sangat teknis seperti itu ?  

Pemerintah terkesan diskriminatif terhadap penyelesaian untuk membayar kewajiban utang polis kepada nasabah asuransi atau pemegang polis yang masih bertahan, menolak restrukturisasi, dan menang gugatan hukum di pengadilan dengan putusan inkrah atas perkara wanprestasi BUMN sektor perasuransian. Sampai saat ini Pemerintah belum menyelesaikan tanggung jawabnya, untuk membayar seluruh klaim asuransi atas utang polis negara yang terbentuk di "JIWASRAYA". 

Pemerintah sebagai institusi negara, penyelenggara negara seharusnya menghormati putusan dari pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkcraht), yang dimiliki oleh nasabah asuransi atau pemegang polis. Pemerintah juga tidak bisa semena-mena memaksakan diri, kepada nasabah asuransi atau konsumen asuransi yang masih bertahan, dalam mempertahankan hak-haknya untuk tidak disalahgunakan oknum Direksi BUMN. Apa lagi menyetujui penawaran restrukturisasi yang menyimpang dari aturan ketentuan peraturan UU dan menyesatkan konsumen asuransi yang merugikan nasabah asuransi puluhan triliun.

Pemerintah seharusnya mampu melindungi kepentingan pemegang polis pada BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dari tindakan "fraud" kecurangan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) atas penyimpangan dari pelaksanaan "restrukturisasi" dan dugaan politisasi oleh Direksi atas Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPKJ) yang dikesampingkan dari kebenarannya, sehingga berujung pada likuidasi.

Pemerintah seharusnya bisa menjaga eksistensi perusahaan asuransi negara "Legend Asuransi", untuk mengedepankan kepentingan perlindungan keuangan rakyat atas paparan resiko yang tidak pasti dimasa mendatang, seperti resiko meninggal dunia, bencana alam, resesi ekonomi dunia, menjaga kelangsungan pembayaran pensiunan, menjamin kehidupan kesejahteraan rakyat dalam berbangsa dan bernegara.

Andaikan saja Pemerintah bisa mengkoreksi kembali atas kekeliruannya dalam pemberian fasilitas dana bailout PMN yang diperuntukkan bagi sektor perasuransian, mengembalikan kepercayaan asuransi dan sekaligus memperkuat struktur permodalannya. Itu harapan rakyat kepada Pemerintah, Jika PMN sebesar Rp 34,7 triliun diberikan langsung kepada BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), untuk memperkuat struktur permodalannya perasuransian, mungkin akan jauh lebih baik, tepat sasaran dan tepat tujuannya. Pemerintah akan lebih terhormat dalam melindungi kepentingan rakyat yang berasuransi ke perusahaan asuransi milik negara (BUMN) dan mampu menyelesaikannya secara terhormat sesuai dengan perjanjian polis asuransi. Tanpa ada embel-embel cicilan dan potongan uang polis yang menjadi beban nasabah asuransi di JIWASRAYA. 

Seharusnya jika bisa dikoreksi, PMN itu bukan diberikan pada perusahaan sektor non-asuransi, melainkan pada perusahaan pembiayaan ke PT BPUI (Bahana) atau IFG yang diketahui sudah memiliki masalah keuangan sejak lama dan memiliki masalah hukum sangat serius, dibandingkan dengan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Korporasi lain itulah yang ditugasi sebagai jalan pelaksana eksekusi mati terhadap bisnis asuransi jiwa tertua milik negara (BUMN), kepada sang "Legenda Asuransi" di JIWASRAYA untuk dilikuidasi, dan Pemerintah tidak punya alasan jelas bahwa perseroan itu harus dikubur hidup-hidup. Red-fnkjgroup, Senin (19/08/2024).

Penulis adalah Praktisi Asuransi || Mantan Unit Manager Jiwasraya || Anggota KUPASI || Anggota PPWI || Pengurus FNKJ || Email: latinse3@gmail.com

Editor : Ayahdidien 

0/Post a Comment/Comments