POTRET KEHIDUPAN ; KEPUTUSAN MENENTUKAN MASA DEPAN KITA

Oleh : T.M. Jamil (Associate Profesor, Senior Lecture, pada Sekolah Pascasarjana USK, Banda Aceh.)

"POTRET KEHIDUPAN ; KEPUTUSAN MENENTUKAN MASA DEPAN KITA"

TIAP HARI saya belajar membuat suatu keputusan. Saya semakin menyadari alangkah bahaya sekali jika hidup kita diserahkan begitu saja pada “belenggu rutinitas“. Kita membiarkan hidup kita mengalir begitu saja, lalu tanpa kita sadari, usia kita sudah bertambah tua. Anak semakin besar, kulit makin keriput, tenaga makin melemah, otot keropos dan otak tambah pikun. Begitulah roda perjalanan manusia. Semoga saja Allah Swt memberikan kita umur yang panjang dan berkah agar kita bisa memperbaiki diri untuk menjadi yang terbaik dalam pandangan dan penilaian-Nya. Amin Ya Rabbil Alamin.

Kadang-kadang Ketika saya menengok ke belakang, berhenti sejenak, merenung, bertafakkur, dan menghisab diri … alangkah malunya saya dengan “laporan-laporan” yang saya “baca“ sendiri. Nah, Untuk itu, saya sarankan kepada pengunjung website ini – bacalah Judul Posting Hari ini berkali-kali dengan menggunakan akal sehat dan hati yang bersih. Insya Allah, Bermanfaat dan Berkah.

Kinerja amal shaleh saya masih amat sangat sedikit. Pertumbuhan prestasi dan kinerja juga kadang-kadang cenderung menurun. Pertambahan pengetahuan tidak begitu banyak. Ah, sungguh malu dan memalukan sekali!. Buat saya laporan kehidupan itu penting sekali. Saya jadi “lengah”, ternyata banyak sekali dalam kehidupan masa lalu saya, berbagai hal tidak pernah saya putuskan dengan baik dan benar. Hhmmm … bagaimana pula dengan para pembaca yang lain? Wallahu ‘aklam.

Saya seringkali membiarkan diri saya berada dalam “pengaruh angin“. Kemana angin kencang, ke sana saya terbang. Saya tak mau mengambil sikap. Saya takut menentang angin dan melawan arus. Padahal saya tahu, hanya ikan mati yang terbawa arus ... Saya cenderung bergerak apa adanya. Saya jadi tersenyum kecut, mungkin saya nggak jauh beda dengan bangkai yang terus di bawa arus gelombang. Ya…! “Hanya Ikan Yang Hidup, Yang Bisa Menentang Arus. Dan Hanya Sebuah Layang-layang Yang Bisa Menembus Awan, Dan Mampu dia Melawan Angin”!

Begitu juga – Ada satu hal yang sering menyebabkan saya “tidak mengambil keputusan secara benar”. Saya membiarkan diri saya berada dalam “tawanan kebiasaan buruk” saya, dalam rutinitas-rutinitas yang secara otomatis-refleks terjadi begitu saja. Akibatnya, saya “tidak sadar dan lupa” bahwa saya telah mengambil sebuah keputusan. Ya, sebuah keputusan tanpa pertimbangan dengan ilmu yang telah Allah swt berikan kepada saya. Coba Anda sendiri seperti apa? Atau malah lebih hancur lagi?

Saya kurang awas dan hati-hati dengan situasi. Dalam keseharian, sebenarnya sering kita berada dalam situasi pengambilan keputusan. Karena adanya perasaan tidak-penting, biasanya keputusan dan pilihan-pilihan yang kita ambil berlalu begitu saja, umumnya refleks, spontan, otomatis, dan cepat. Termasuk ketika saya mengambil keputusan tentang politik. Sebenarnya, banyak teman dan bahkan beberapa Partai politik menawarkan saya untuk dapat mengikuti kontestasi politik pilkada Aceh 2024. Namun, dengan pikiran sehat, saya telah memutuskan untuk tidak menolak tawaran itu. Mungkin banyak orang, menilai keputusan saya itu "bodoh". Bagi saya, soal pengambilan keputusan itu wajib, berani dan harus tegas. Beek lalee ngon di peu group lee gop (Jangan tergoda dengan sanjungan orang lain). Ya, mungkin orang bertanya, mengapa saya menolak? Jawaban sederhana, bagi saya politik itu identik dengan "setia di awal, tapi berkhianat di akhir". Berbeda dengan dunia akademik, kita memulai dengan perbedaan, namun berakhir dengan persamaan... Menarik bukan?

Semakin cepat gerak laju kehidupan kita, semakin banyak keputusan-keputusan instan yang kita lakukan dan putuskan. Umumnya prosesnya sederhana dan pasti sebagian besar “tidak dipikirkan secara matang, serius dan mendalam“. Beberapa di antaranya diambil sambil makan pagi, ngopi bareng di warkop, sambil bercengkerama, bahkan sambil menerima telpon. Ah, betapa meruginya kita jika sebuah keputusan penting diambil dengan cara seperti itu. Tidak masalah memang bila keputusan-keputusan itu tidak mempunyai dampak yang besar. Akan tetapi, tidak jarang keputusan-keputusan yang kita ambil sambil makan malam misalnya, bisa memiliki pengaruh bertahun-tahun kemudian, yang baru kita sadari setelah berjalan cukup jauh. Beberapa diantaranya bisa jadi dipengaruhi oleh karakter-karakter kita.

Saya akui, saya punya satu kelemahan yang cukup fatal. Saya adalah seorang koleris sanguinus, menurut pola kepribadian-nya Florence Litteur. Ya, itulah saya. Akibatnya saya mudah sekali membuat keputusan-keputusan secara instant, mendadak, dan kadang tanpa pertimbangan. Apalagi jika koleris saya yang terpancing. Memang saya harus terima kenyataan, banyak keputusan-keputusan saya di masa lalu dipengaruhi sifat saya saat ini. Itulah sebabnya saya perlu sekali “belajar membuat keputusan yang saya inginkan“.

Saya tahu kelemahan saya yaitu Karakter Koleris Sanguinis saya sangat dominan saat berada dalam situasi pengambilan keputusan. Saya juga tahu betapa hebatnya dampak sebuah keputusan, apapun itu, dalam arah kehidupan saya. Tentu saya tak boleh asal-asalan. Tentu saja saya tak ingin menyesal dan merasa “terpenjara” lagi oleh keputusan-keputusan yang telah saya ambil.

Setiap hari, saya membuat keputusan : besar ataupun kecil. Setiap saat saya berada dalam keadaan harus memilah dan memilih. Baik saya sadari atau tidak. Artinya, setiap hari saya-lah yang memilih takdir saya sendiri. Baik pilihan itu karena saya suka, tidak suka atau karena saya memilih secara terpaksa. Baik karena saya ingin membahagiakan diri saya, ataukah karena saya ingin membahagiakan orang lain. Atau mungkin juga karena saya tidak tahu apa-apa, lalu saya asal-asalan saja memilih diantara beberapa opsi atau pilihan keputusan itu. Yang jelas, sebenarnya tetap saja, saya-lah akhirnya yang “membuat keputusan”. Bukan orang lain!

Saya sadar betul, apa pun keputusan yang saya pilih, hasilnya pasti sangat mempengaruhi kehidupan saya dan keluarga saya dalam jangka panjang. Karena itu saya perlu sekali untuk terus belajar “membuat keputusan” secara benar. Saya harus terus belajar “membuat keputusan yang saya inginkan”, bukan yang “orang lain inginkan!”. Saya harus jadi diri sendiri, dan saya tidak boleh munafik – hanya untuk mengambil sebuah keputusan demi menyenangkan orang lain. Saya harus bersikap jujur pada diri saya sendiri dan Saya harus menghargai diri sendiri, di saat orang lain ingin menghancurkan dan merendahkan harga diri dan martabat saya. Saya yakin, Allah swt selalu melindungi dan membimbing saya ketika kita menjalankan perintahNya. 

Saya ingat sekali betapa banyak keputusan-keputusan yang salah yang saya lakukan di masa lalu. Jadilah potret kehidupan saya … ya seperti yang terlihat sekarang ini. Apa yang saya peroleh hari ini adalah hasil dari keputusan saya dulu-dulu. Tentu sudah tak ada gunanya lagi menyesali apa yang saya terima hari ini. Sekarang, ia sudah menjadi takdir yang tak mungkin saya ubah!. Dan saya pun berusaha untuk tidak pernah menyesal. Semua itu saya terima dengan rasa syukur dan hati yang suci, tulus dan menjalani dengan senang hati mengharapkan petunjuk dan bimbingan Allah Swt. Saya yakin, semuanya akan indah – karena Allah swt selalu bersama HambaNya yang ikhlas.

Saya percaya sekali, sebenarnya di waktu-waktu dulu itu, saya telah diberi Tuhan kebebasan untuk “memilih takdir” yang saya inginkan. Waktu itu saya diberi kekuasaan oleh Allah SWT secara bebas untuk memilih jalan hidup saya. Seharusnya waktu itu saya bisa “membuat takdir” hidup saya berbeda dari takdir saya hari ini. Sayangnya, saya membiarkannya berjalan begitu saja. Saya tidak membuat pilihan. Saya tidak memilih. Saya tidak mengambil keputusan.

Tetapi, Saya “dipilihkan”. Menyadari hal itu, saya mungkin menyesal sekali dalam pandangan banyak orang. Tapi sesal memang selalu tak berguna. Yang perlu saya lakukan sekarang cuma satu, “focus on future“, fokus pada masa depan. Insya Allah, ke depan saya akan menjalani hidup ini sebagai pilihan terbaik. Hidup kita bukan untuk mencari pemenang, apalagi harus menjadi pecundang dengan cara menzhalimi teman sendiri dan orang lain. Itu bukanlah tipe dan sikap hidup saya. Hidup itu untuk selalu ditakdirkan oleh Allah Swt untuk “memilih”. Ya, memilih untuk berbuat yang terbaik dan bermanfaat bagi ummat dan bangsa ini. “I am responsible with my life!”

Saya-lah yang bertanggung jawab terhadap masa depan saya. Bukan orang tua saya, bukan istri saya, bukan anak saya, bukan guru saya, bukan ustazt saya, bukan pimpinan atau atasan saya, bukan relasi saya dan bukan pula mahasiswa saya. TAPI Hanya saya yang harus berubah. Maka, dengan segenap kekuatan mental dan umur yang masih tersisa, dengan sisa kepercayaan yang masih terjaga, saya bersorak, “I change!”. Sayalah yang harus berubah. Saya harus fokus pada apa yang perlu saya ubah di dalam diri saya. Saya tak mau fokus pada “mengubah orang lain”. Saya percaya, jika kita mampu untuk merubah diri sendiri ke arah yang lebih baik, Insya Allah, orang lain akan berubah juga. Bukankah orang yang terbaik adalah orang yang bisa menjadi contoh dan teladan bagi orang sekitarnya? Insya Allah, Rahmat-Nya selalu menghiasi hari-hari saya, keluarga, dan kita semua.

Bukan lingkungan saya yang harus berubah. Bukan orang tua saya atau orang lain yang harus berubah dan mengerti saya. Bukan istri saya yang harus mengubah sikapnya agar sesuai dengan keinginan saya. Bukan anak saya yang harus mau mengubah perangainya agar melakukan apa yang saya mau. Bukan rekan bisnis, atau staf saya yang harus mati-matian saya ubah sudut pandangnya. Bukan mahasiswa saya yang harus mengubah sikapnya kepada saya, tapi sayalah yang harus berubah untuk bisa menerima berbagai tindakan dan sikapnya kepada saya. Bukan mereka harus berubah! Sekali lagi bukan itu. I CHANGE! SAYALAH YANG PERTAMA SEKALI HARUS BERUBAH...

Saya harus berani mengambil tanggungjawab terhadap sisa perjalanan hidup saya. Apakah hidup saya akan berakhir dengan khusnul khatimah (akhir yang baik yang mendapat ridla Ilahi), atau jatuh menjadi su’ul khatimah (akhir yang celaka) … Na’uzubillahi Min Zhaalik. saya yang harus mengambil tanggung jawab itu untuk sebuah kebaikan bagi bangsa dan ummat ini. Ingat, cara pengambilan keputusan itu menentukan siapa dia yang sesungguhnya.

Saya-lah yang bertanggung jawab, ketika keputusan telah diambil. Inilah keputusan paling penting yang mesti saya tetapkan dengan segala kandungan kekuatan dan maknanya!
Saya harus bertaubat dan berbuat!
Ya, Berbuat yang bermanfaat untuk ummat dan bangsa ini
Kembali ke jalan-Nya
Meneladani Rasul-Nya
Mempelajari Ad-din-Nya
Menjaga diri dan tetap waspada …
atas segala rayuan syetan dan iblis laknatullah yang terkutuk! 

Semoga Allah swt senantiasa melindungi saya hari ini, esok dan selamanya, dan saya berharap Semoga Tulisan Ini Bermanfaat Bagi Kita Semua. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin. 

------------------------------------------------

Sagoe Kampus Unimed, Juli 2024

0/Post a Comment/Comments