"Benar, Ketua BRA dan lima tersangka yang terdiri dua PNS pada Sekretariat BRA dan tiga pihak wiraswasta ditetapkan jadi tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi itu," kata Plt Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis saat dikonfirmasi, Selasa (16/7/2024).
Total ada enam orang yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Mereka adalah, Ketua BRA berinisial SH, ZF selaku koordinator atau penghubung Ketua BRA, MHD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Kemudian ada M selaku PPTK, ZM selaku peminjam perusahaan dan HM selaku koordinator atau penghubung rekanan penyedia.
Penetapan Ketua BRA dan CS dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, ahli dan surat serta barang bukti berupa dokumen terkait dengan Pengadaan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah untuk Masyarakat Korban Konflik di Kabupaten Aceh Timur sumber anggaran APBA-P TA 2023.
"Penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka menjadi tersangka," jelasnya.
Ia menjelaskan, penetapan tersangka tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 dan Pasal 184 KUHAP yang pada intinya menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 alat bukti.
Selanjutnya Pasal 1 angka 14 KUHAP menyebutkan bahwa tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Perbuatan para tersangka terbukti melanggar pasal 3 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 21 (1) UU No.1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara : Pembayaran atas APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang diterima.
Kemudian, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 51 Ayat (2) Huruf C, Pasal 89 Ayat (2), Pasal 118 Ayat (1) huruf e Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pasal 51 (2) huruf c, Pasal 89 (2), pasal 118 (1) huruf e Permendagri Nomor 32 tahun 2011, tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial bersumber dari APBD beserta perubahannya dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 92 Tahun 2016 tentang Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang bersumber dari APBA TA 2023.
Lalu Permendagri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022 Tentang Tata cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik Jo Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Toko Daring dan Katalog Elektronik Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
"Serta Peraturan Gubernur Aceh No. 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBA," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejati Aceh melakukan pengusutan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan ikan kakap dari BRA untuk masyarakat korban konflik.
Dalam pengadaan tersebut, total Pagu Anggaran sebesar Rp 15.713.864.890 dianggarkan dengan rincian paket pekerjaan melalui metode pemilihan secara E-Purchasing.
Namun, berdasarkan fakta penyidikan diperoleh alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, Pihak Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh (BRA), para anggota dari 9 Kelompok penerima manfaat, dan Keuchik, diperoleh fakta Ke- 9 kelompok tidak ada menerima bantuan bibit ikan kakap dan pakan rucah serta tidak ada menandatangani Berita Acara Serah Terima (fiktif).
Sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, namun telah dibayarkan 100 persen oleh Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh dan masyarakat korban konflik yang memang membutuhkan tidak pernah mendapatkannya. (Redaksi1)
Sumber : Aceh.tribunenews.com
Posting Komentar