KABEREH NEWS | BANDA ACEH – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh saat ini telah meningkatkan status dari penyelidikan ke tahap penyidikan terkait perkara dugaan korupsi penyimpangan dalam pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Tahun Anggaran 2023 di Kabupaten Aceh Timur.
Menurut hasil penyelidikan Kejati Aceh, pengadaan ikan kakap dan pakan rucah oleh BRA untuk 9 kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Aceh Timur dengan anggaran sebesar Rp 15,7 miliar ternyata fiktif.
Pasca viral dan terungkapnya kasus dugaan korupsi pengadaan ikan kakap tersebut, saat ini dikabarkan Ketua BRA Suhendri telah menghilang dan sulit dihubungi.
Suhendri juga diinformasikan sudah tidak masuk kantor BRA di kawasan Jalan Teuku Umar Lamteumen Timur Banda Aceh. Menurut kabar, Suhendri saat ini sedang tidak ada di Aceh.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, pihak Kejaksaan Tinggi Aceh juga telah melakukan pemanggilan Ketua BRA Aceh Suhendri untuk dimintai keterangan terkait pengadaan budidaya ikan kakap.
Namun, Suhendri belum memenuhi panggilan Kejati, dan belum diketahui dimana keberadaannya saat ini.
Karena pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah itu fiktif, pihak perusahaan pengadaan yang dipinjam perusahaan mereka oleh Ketua BRA, ikut tersangkut kasus tersebut.
Para pemilik perusahaan itu juga sudah berusaha mencari keberadaan Suhendri untuk menanyakan nasib mereka yang merasa tertipu dalam pengadaan fiktif ikan kakap itu.
“Beberapa waktu lalu, kami dari pihak perusahaan yang dipinjam oleh pihak BRA, sudah berusaha untuk mencari keberadaan Suhendri, kenapa pekerjaan pengadaan ikan kakap itu fiktif, sehingga kami pun pihak perusahaan ikut menanggung akibatnya harus berurusan dengan proses hukum, padahal kami tidak tahu apa-apa pekerjaan di lapangan,” kata seorang pemilik perusahaan CV., Sabtu (11/4/2024).
Para pemilik perusahaan itu pun mengaku, mereka diminta untuk menarik seluruh uang yang masuk ke perusahaan dan diserahkan kepada Suhendri. Proses serah terima uang berlangsung di sebuah bank di kawasan Batoh Banda Aceh.
“Kami merasa telah “diolah” oleh Ketua BRA, setelah diminta tarik uang dari perusahaan oleh dia padahal pekerjaan itu fiktif, lalu setelah terima uang, dia menghilang dan sulit dihubungi. Tentu kami sekarang dari perusahaan yang mengalami masalah,” tutur pemilik perusahaan.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Aceh juga telah memanggil lima pemilik perusahaan terkait proyek pengadaan bibit ikan kakap dan pakan runcah senilai Rp15,7 miliar di Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
Plt Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis mengatakan pemanggilan dilakukan dalam rangka meminta keterangan dan data atau dokumen kepada pihak yang terkait.
Ali Rasab tidak menjelaskan lebih jauh siapa saja dan perusahaan apa saja yang dipanggil.
Selain itu, turut dipanggil Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang menangani proyek pengadaan ‘Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Runcah untuk Masyarakat Korban Konflik.’
Pemanggilan itu lantaran beredar informasi proyek itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sejumlah kelompok nelayan mengaku tidak mendapatkan bantuan sebagaimana yang tercantum dalam dokumen proyek. (Redaksi)
Posting Komentar