Agenda ini berbarengan dengan akan berakhirnya masa jabatan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat sehingga sebagian masyarakat Jawa Barat menilai Ridwan Kamil akan "su'ul khotimah". Akhir jelek dalam menuntaskan masa jabatannya. Mungkin ia berpola "hit and run"--beri izin, "ground breaking" lalu lari. Rakyat sulit meminta pertanggungjawaban. Saat sebagian umat beraudiensi ke Pemprov Jabar, Ridwan Kamil kabur. Begitu juga saat aksi "Penolakan Patung" di depan Gedung Sate.
Ridwan Kamil adalah kader Golkar meski "pindahan baru". Komando Partai Golkar melekat pada kader-kadernya. Masuknya ke Partai Golkar tentu diharapkan terjalin simbiosme mutualisme. Akan tetapi dengan kebijakan sendiri Gubernur dalam izin pembuatan patung Soekarno di lahan GOR Saparua yang merupakan aset Pemprov Jabar demi kepentingan "Yayasan Putera Nasional Indonesia", maka yang terjadi dikhawatirkan adalah simbiosme parasitisme.
Partai Golkar harus menegur "kader" nya Ridwan Kamil, Gubernur Jabar yang diduga telah melakukan "abus de droit" penyalahgunaan wewenang. Bila teguran tidak mempan, patut kiranya Ridwan Kamil dipecat dari Partai Golkar. Kecuali jika memang pembuatan patung Soekarno yang berdekatan dengan Makodam
III Siliwangi itu adalah kebijakan Partai Golkar yang "dititipkan" pada Gubernur Ridwan Kamil.
Pembuatan patung Soekarno bukan rencana Pemrov Jawa Barat atau program UPD tetapi kepentingan swasta. Karenanya bukan agenda dan urgensi dari rakyat Jawa Barat. Mengingat akan membebani dana masyarakat atau bahkan APBD baik saat pembangunan atau setelah selesai pembangunan, maka DPRD Jawa Barat harus memberi persetujuan. Hal ini diatur dalam Perda Jawa Barat No 9 tahun 2010 tentang Kerjasama Daerah.
Proyek besar dan monumental yang menggunakan lahan atau aset daerah layak dan harus dengan persetujuan DPRD. Tidak boleh kegiatan dilakukan secara "diam-diam" dengan melanggar asas tranparansi. Proyek ini terkesan "ujug ujug" dan baru diketahui setelah terberitakan pada acara "ground breaking". Tidak ada kejelasan dalam perencanaan apalagi sosialisasi.
Pengkritisi bukan tidak menghormati tokoh Proklamator Bung Karno akan tetapi penghormatan harus proporsional dan beralasan politik, hukum, budaya dan agama. Perlu diketahui bahwa Proklamator itu adalah Bung Karno dan Bung Hatta. Bukan Soekarno sendiri.
Apakah pendirian patung di Taman GOR Saparua Bandung itu sudah berdasar kajian yang memadai ?
Publik berhak mendapat informasi atas rencana Pemprov yang masuk kategori "Informasi Publik". UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur kewajiban tersebut. Tujuan UU ini adalah "menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik".
Gubernur Ridwan Kamil harus terbuka menginformasikan "dokumen perjanjian" kerjasama antara Pemprov Jawa Barat dengan Yayasan Putra Nasional Indonesia. Sudahkah sesuai dengan UU No 14 tahun 2008 dan Perda No 9 tahun 2010 ? Jika terjadi pelanggaran hukum, maka wajar jika terkena sanksi.
Berdasarkan aspirasi dan kebijakan yang diduga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut, maka Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil harus segera mencabut izin dan menghentikan pembangunan patung Soekarno yang akan didirikan di area Taman GOR Saparua Bandung tersebut.
Lalu, agenda acara 10 Agustus di Taman Saparua sebagaimana telah tersebar di berbagai media "Upacara Rajah Ruwat Mandalika Ngadegna Monumen Bung Karno" apakah diselenggarakan oleh Pemprov atau bekerjasama dengan Pemprov Jawa Barat ? Sudahkah mengantongi izin Kepolisian ? Hal ini penting untuk dijelaskan agar acara tersebut tidak menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat. Patung Soekarno adalah masalah.
by M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Bandung, 7 Agustus 2023
Posting Komentar