KABEREH NEWS | PIDIE - Menko Polhukam Mahfud Md menjawab protes soal penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong, tempat pelanggaran HAM berat masa lalu di Pidie, Aceh. Mahfud menyebutkan tidak ada bagian sisa bangunan yang dibongkar.
"Sesuai yang dikatakan tadi ini peristiwa yang terjadi tahun '89, terus Komnas HAM itu baru memutuskan tahun 2018 bahwa ini pelanggaran HAM berat, selama tenggang waktu itu kan masyarakat yang ngurus bersama pemerintah daerah dalam pengurusan biasa. Jadi tidak ada yang dibongkar, yang dibuang di sini. Sebelum itu ini dilanjutkan aja yang sisa-sisa ada," kata Mahfud di Pidie, Aceh, Senin (26/6/2023).
Mahfud mengatakan sisa bangunan itu masih akan dibiarkan. Dia menyebut 2 sumur di lokasi juga akan dirawat.
"(Sisa tangga dan sumur) itu akan disisakan, kan dirawat, masih ada dan sumur 2 kan, yang lain-lain itu sudah dirusak oleh masyarakat sendiri, udah dibongkar," jelasnya.
Sementara itu, Mahfud mengatakan korban yang akan mendapatkan pemulihan hak terkait pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh ini akan terus didata.
"Nanti didata, karena begini yang kami buat itu berdasarkan laporan Komnas HAM, lalu divalidasi oleh tim, itu aja dulu yang lain-lain nanti," tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, YLBHI-LBH Banda Aceh melalui keterangannya mengatakan pemerintah secara terang-terangan membongkar Rumah Geudong. Mereka menyesalkan pembongkaran itu karena dinilai menghilangkan situs penting yang dapat menjadi barang bukti penyelesaian kasus HAM berat jalur yudisial.
"Upaya penghancuran sisa fisik bangunan yang sedang berlangsung di Rumoh Geudong adalah upaya negara untuk menghilangkan barang bukti fisik pelanggaran HAM Berat yang pernah terjadi di lokasi tersebut dan ini, salah satu sikap sistematis dan terencana negara dalam memberikan impunitas kepada pelaku pelanggaran HAM Berat," bunyi keterangan YLBHI-LBH Banda Aceh, Jumat (23/6).
YLBHI-LBH Banda Aceh pun menyatakan sejumlah sikap kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka menilai Jokowi melakukan upaya mengaburkan eksistensi Komnas HAM.
"Dengan menggunakan data Komnas HAM, terlihat bahwa negara mengaburkan perintah UU HAM dan UU Pengadilan HAM terhadap kerja-kerja Komnas HAM. Dua UU tersebut jelas menentukan, bahwa langkah penyelidikan oleh Komnas HAM, dilakukan untuk kebutuhan pro-justitia yang mana langsung bersisian dengan kepentingan pemenuhan hak korban," jelasnya. (Redaksi)
Posting Komentar