Demokrasi Telah Rontok Hingga Ketitik Nadir

Ilustrasi Pemilu 2024. Ist.

Oleh : Alfathur Rizki S.H Ketua Bidang Hukum dan HAM EN-LMND.

Banda Aceh, KABEREH NEWS  | Sebuah kalimat menarik dan penuh makna dari Steven Levitsky dan Daniel Ziblat untuk memulai tulisan ini; pada salah satu bagian akhir tulisannya dalam buku yang berjudul How Democracies Die mengungkapkan :

“Generasi-generasi terdahulu di Eropa dan Amerika membuat pengorbanan - pengorbanan besar untuk membela lembaga - lembaga demokrasi dari ancaman kuat dari luar. Generasi kita, yang tumbuh sudah dalam demokrasi , menghadapi tugas yang berbeda: kitas mesti mencegahnya mati dari dalam.”

Pesan ini mengingatkan kita tentang apa yang pernah diungkapkan presiden Soekarno tempo dahulu, ” Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Dengan kalimat yang berbeda kedua pesan itu menjurus pada satu kesamaan, tentang kerusakan bangsa yang terjadi dari dalam tubuhnya sendiri. Dan apa yang kita takutkan itu agaknya telah tampak hari ini, bahkan hingga penyelenggara negara tingkat level terendah, seperti dugaan pungutan liar yang disebut terjadi di kabupaten Aceh Utara oleh badan ad hoc penyelenggara pemilu tingkat kecamatan.

Dugaan tindakan diluar otoritas ini disinyalir dilakukan oleh sejumlah Panitia Pemilihan kecamatan (PPK) dilingkungan kabupaten Aceh Utara yang memungut sejumlah uang dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) dengan jumlah yang variatif, yaitu enam ratus ribu dan ada juga yang satu juta per desanya dengan dalih pungutan tersebut merupakan untuk pembuatan laporan kerja dan dana sosial (Habibi, 2023). Isu ini kemudian menjadi luas perkembangannya hingga diminta agar ada proses hukum terhadap hal tersebut.

Sementara itu disisi lain juga ada informasi dugaan kewajiban penyetoran setiap bulannya sebesar satu juta untuk PPK di kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara dan bahkan dana tersebut dituding juga mengalir hingga ke Komisi Independen (KIP) Aceh Utara (HAIQAL, 2023).

Apabila benar demikian perbuatan ini tentunya mesti dipertanyakan dasar hukumnya apa. Apakah memang tindakan-tindakan itu diberikan legitimasi oleh peraturan perundang-undangan.

Andaikata perbuatan-perbuatan itu diluar tindakan sah menurut hukum maka sudah semestinya oknum-oknum tersebut diproses secara administratif dan pidana.

Seperti misalnya dugaan kewajiban penyetoran kepada PPK Paya Bakong tersebut perlu dipertanyakan secara serius apa dasarnya. Dan KIP Aceh Utara seharusnya mesti memenaggil para PPK tersebut untuk meminta keterangan sebagai bentuk kontrol internal.

Demikian juga Panitia Pengawas Kecamatan(Panwascam) setempat yang sudah semestinya merespon serius hal itu. Tentunya Panwascam mempunyai kewenangan untuk itu sesuai dengan Pasal 105 huruf a UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu khususnya ayat (6), (7), dan (5). Demikian juga dengan KIP Aceh Utara yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif atau pemberhentian terhadap oknum-oknum tersebut.

Persoalan ini tidaklah boleh dibiarkan begitu saja karena ini menyangkut dengan kinerja demokrasi kita, tentang bagaiamana penyelenggara negara ini mampu berjalan diatas rel-rel yang demokratis, ini juga berbicara tentang sejauh apa lembaga penyelenggara demokrasi ini mampu patuh dan taat pada tata nilai dan norma demokrasi itu.

Penyelenggara pemilu ini secara tidak langsung boleh dikata adalah pembentuk negara karena wewenangnya yang melakukan rotasi pemerintahan utama negara yang harus dijalankan secara demokratis.

Namun akan berbahaya jadinya ketika penyelenggara demokrasi ini termasuk badan-badan ad hoc nya bekerja dengan cara-cara yang tidak demokratis, maka akan jadi apa pemilu kita nantinya ketika penyelenggaranya saja sudah tidak demokratis untuk dirinya sendiri.

Pada dasarnya kejadian ini harus dimaknai juga sebagai titik reformasi lembaga penyelenggaraan pemilu di Aceh Utara khususnya. Dengan kejadian ini juga patut diduga terhadap kecamatan-kecamatan lainnya berkemungkinan terjadi hal sama.

Untuk mewujudkan pemilu yang bersih seluruh badan-badan ad hoc kecamatan itu sudah seharusnya perlu dievaluasi. Trik dan intrik yang dipakai untuk tujuan pemungutan tidak berdasar itu bisa apa saja tentunya dan dapat bervariasi, karena itu perlu sebenarnya untuk dilakukan evaluasi.

Mungkin saja nanti ada trik dengan dalih ucapan terimakasih sebagai alasan pemberian uang tersebut dalam jumlah yang kecil barangkali seperti yang kerap dijumpai diberbagai lingkungan lainnya, atau bahkan ada trik lain lagi.

Apapun itu, demi menyelamatkan demokrasi sudah semestinya perbuatan tak berdasar itu harus diusut tuntas atau ini akan menjadi gerbang tambahan bagi kehancuran bangsa kita.

Dan inilah merupakan salah satu kekhawatiran founding father tentang “melawan bangsa sendiri” sebagaimana ungkapan awal tadi.

Pertanyaan yang sederhana adalah apakah kita akan mengikuti arus regresi ini atau melawan arus untuk penyelamatan demokrasi? Dan andaikata kesepakatannya adalah untuk pilihan yang pertama maka sudah tentu dorongan untuk pengusutan tuntas dugaan pungutan uang tidak berdasar itu mesti digaungkan dan digalakkan sebagai langkah awal untuk itu. (Bisaapa.id).

0/Post a Comment/Comments